Senin, 20 Juli 2009

PERKEMBANGAN PERPUSTAKAAN

1. Asal Mula Perpustakan.

  1. Sebelum Masehi.

Perkembangan perpustakaan sejalan dengan perkembangan manusia/ masyarakat. Karena kegiatan dari salah satu perpustakaan itu sendiri ialah menyimpan produk tulisan masyarakat, sekaligus juga perpustakaan merupakan produk dari masyarakat karena perpustakaan tidak akan ada apabila tidak ada masyarakat.. hal ini ditandai dengan cara kehidupan manusia purba yang nomaden. Kehidupan yang mengembara dari satu tempat ketempat lain untuk mencari makan dari alam sekitarnya hingga berangsur-angsur berubah menjadi kehidupan yang berbudaya, memiliki tempat yang tetap untuk tinggal dan bermata pencaharian.

Pengalaman hidup dengan cara yang nomaden dan kebutuhan informasi antar sesama tersebut membuat mereka berpikir dan merekayasa bagaimana cara menyampaikan pesan agar diterima kerabatnya. Pesan ini mereka pahatkan dalam bentuk sandi atau isyarat di batu-batu, daun-daun lontar, dan benda-benda lainnya. Setelah menggunakan berbagai tanda yang dipahatkan pada benda-benda tersebut sehingga komunikasi tidak hanya terjadi pada satu kelompok tertentu saja melainkan juga meluas antar kelompok, dan bahhasa yang digunakan sudah bahasa lisan dan tulisan.

Dari uraian diatas atsmosfer pembentukan perpustakaan sudah mulai tampak. Hal ini dibuktikan adanya tulisan atau tanda yang dipahatkan di pohon atau batu atau benda lain, yang digunakan sebagai cantuman ( record ) mengenai apa yang dikatakan manusia maupun yang diketahui seseorang pada masa lalu. Pesan dalam berbagai pahatan ini dapat dibaca dan diingat sehingga pesan yang dicantumkan biasa diketahui pula oleh orang lain dan bisa pula diteruskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Berdasarkan bukti arkeologis bahwa perpustakaan pada awal mulanya tidak lain berupa kumpulan catatan transaksi niaga. Dengan kata lain, perpustakaan purba merupakan sebuah kemudahan untuk menyimpan catatan niaga.

Pada tahun 2500 SM, orang Mesir menemukan sebuah temuan yang sederhana yang memiliki pengaruh besar bagi peradaban manusia, yaitu penemuan bahan tulis berupa papyrus yang dibuat dari sejenis rumput yang tumbuh disepanjang sungai Nil. Temuan ini didasari karena catatn atau tanda yang dibuat pada batu, kayu, dan lempengan seperti yang diuraikan di atas dinggap kurang praktis.

  1. Sesudah Masehi.

Sekitar tahun 700-an Masehi, papyrus masih digunakan sebagai bahan tulis hingga sampai mulai digunakan bahan lain seperti kulit binatang, besi dan sebagainya.

Di Cina sekitar abad pertama Masehi telah ditemukan sejenis bahan yang mirip dengan kertas yang kita gunakan dewasa ini. Temuan ini tidak meluas sehingga tidak dikenal di Eropa. Hal ini disebabkan ketatnya seleksi yang dilakukan oleh penguasa Cina terhadap barang yang keluar-masuk Cina hingga tahun 1150-an. Sebelum temuan di Cina, Eropa menggunakan Parchmen, yaitu kulit binatang sebagai bahan tulis, misalnya, kambing, domba, biri-biri, sapi dan binatang lainnya.

Awal terjadinya penerbitan di Eropa digunakan kulit sapi atau kambing yang dijadikan bahan untuk menulis dan menjilid yang biasanya disebut dengan Vellum. Sebelum tahun 1501 di Eropa Barat telah dikenal suatu terbitan yang bernama Incunabula, yaitu buku yang dicetak dengan menggunakan teknik bergerak (movable type) dengan menggunakan teknik yang masih primitive sehingga pembuatannya memerlukan waktu yang cukup lama dan produknya terbatas. Karena itu, perpustakaan, terutama di Eropa hanya menyimpan naskah tulisan tangan saja lazimnya disebut Manustrip ( yang berbentuk gulungan atau rol ).

Dari kenyataan diatas, pada masa itu peradaban Cina jauh lebih maju dari pada peradaban Eropa. Misalnya dalam hal cetak mencetak orang Cina telah menggunakan sejenis bentuk cetakan berupa cetakan pada blok kayu. Teknik mencetak tersebut dikembangkan menjadi tipe gerak, yang bisa memindahkan sebuah aksara ke blok lain. Teknik ini di Eropa Barat baru dikenal sekitar tahun 1440, saat Johannes Gutenberg dari kota Mainz, Jerman mencetak buku dengan tipe gerak. Temuan ini dikembangkan mulai abad ke-16 yang sangat berpengaruh besar terhadap perpustakaan. Artinya ratusan buku dapat dicetak ratusan eksemplar sehingga perpustakaan diisi dengan buku yang telah dicetak.

Lahirnya paham baru yang timbul akibat Renaisance ( perubahan = Revolusi industri mesin cetak ) bersamaan dengan penyebaran teknik dan keahlian cetak itu sendiri, dengan akibat timbulnya aliran Romantic yang mementingkan logika dalam berbagai temuan dan usaha menentang dominasi gereja disegala bidang. Pengaruh mesin cetak ini tampak pada tahun 1617 dimana Martin Luther menempelkan protes tercetak di gereja Wittenberg.

  1. Perkembangan Perpustakaan Klasik diberbagai Negara

1. Sumeria dan Babylonia.

Sekitar 3000 tahun SM yang lalu, bekas kerajaan Sumeria telah menyalin rekening, jadwal kegiatan, pengetahuan yang mereka peroleh dalam bentuk lempeng tanah liat ( clay tablets ) dengan berupa gambar ( pitograph ) kemudian ke aksara Sumeria.

Babylonia menyerap tulisan Sumeria setelah menaklukannya. Tulisan ini diubah menjadi tulisan paku ( cunciform ) karena mirip paku. Perpustakaan kerajaan di ibukota Nineveh berdiri sekitar tahun 668-626 SM semasa pemerintahan raja Ashurbanipal dari Assyria yang koleksinya berisi puluhan ribu lempeng tanah liat yang dikumpulkan dari segala penjuru kerajaan dengan memakai system penyimpanan menggunakan subjek serta tanda pengenal.

2. Mesir.

Perpustakaan pada peradaban Mesir kuno dikenal sekitar tahun 4000 SM yang ditandai dengan adanya teks tertulis dengan menggunakan tulisan yang disebut hieroglyph, dengan tujuan memahatkan pesan terakhir di monumen untuk mengagungkan raja. Tulisan ini ditujukan untuk memberikan kesan pada dunia. Tulisan ini hanya biasa dipahami oleh pendeta , karena itu papyrus banyak ditemukan di kuil-kuil yang berisi pengumuman resmi, tulisan keagamaan, filsafat, sejarah, dan ilmu pengetahuan.

Perkembangan perpustakaan pada masa ini terjadi semasa raja khufu Ilhafre, dan Ramses II sekitar tahun 1250 SM. Perpustakaan raja Ramses II memiliki koleksi sekitar 20.000 buku.

3. Yunani.

Tahun 1500 SM, peradaban Yunani mengenal tulisan yang disebut mycena dan diganti oleh orang Phoenicia dengan menemukan 22 aksara yang kemudian dikembangkan menjadi 26 aksara seperti yang kita kenal dewasa ini.

Sekitar abad ke-6 dan ke-7 Yunani mulai mengenal perpustakaan milik Polyerratus, dan sekitar abad ke-5 SM mengenal perpustakaan Pericies. Pengumpulan, penyimpanan. Pemanfaatan budaya masa lalu dilakukan pertama kali oleh Filsof Aristoteles dan koleksinya dibawa ke Roma. Perkembangan Perpustakaan Yunani Kuno baru sampai pada puncaknya semasa abad Hellenisme dengan adanya penyebaran ajaran dan kebudayaan Yunani. Di kota Alexandria berdiri sebuah museum yang bagian utamanya adalah perpustakaan dengan tujuan mengumpulkan teks Yunani dan manustrip segala bahasa dari semua penjuru dengan koleksi pertamanya 200.000 gulung.

Pada abad ke-2 SM, Eumenes II mendirikan sebuah perpustakaan dengan mendirikan manuskrip, bahkan membuat salinan manuskrip lain dengan menggunakan bahan papyrus yang di impor dari Mesir. Kegiatan ini berakhir karena raja Mesir menghentikan ekspor Papirus Kepergamum dengan alasan kuatir persedian papyrus habis dan juga dilandasi rasa iri akan pesaingnya. Dengan dihentikan ekspor dari Mesir, perpustakaan pergamum mengambangkan bahan tulis baru yang disebut parchmen. Atau kulit binatang hingga ditemukanya mesin cetak pada abad pertengahan. Koleksi perpustakaan pergamum mancapai 100.000 gulungan, yang kemudian diserahkan pada perpustakaan Alexandria yang menjadi perpustakaan terbesar pada zamannya.

4. Roma

Roma banyak mempelajari sastra, filsafat, dan ilmu pengetahun lewat Yunani, bahkan mereka menggunakan tutur bahasa Yunani. Di Roma perpustakaan pribadi tumbuh karena perwira tinggi membawa buku rampasan perang. Akhirnya perpustakaan ini dibuka untuk umum setelah diperintahkan oleh Julius Caesar, kemudian tersebar keseluruh bagian kerajaan Roma. Pada Abad ke-4 papyrus diganti dengan Codek yang merupakan kumpulan parchmen, diikat dan dijilid jadi satu.

Mundurnya kerajaan Roma diiringi dengan kemunduran perpustakaan dan yang tersisa hanya perpustakaan biara. Hal ini disebabkan akibat serangan bangsa Bar-bar.

5. Byzantium.

Pada tuhun 324 kerajaan Roma Barat dan Timur dipimpin oleh kaisar Konstantin Agung dengan ibu kota di Byzantium. Nama kota tersebut dirubah menjadi Konstantinopel, pada masa ini perpustakaan didirikan dengan menekankan pada karya latin, karena bahasa latin merupakan bahasa resmi sampai abat ke-6, koleksinya bertambah dengan karya kristen dan non kristen baik menggunakan bahasa Yunani maupun Latin. Dengan jumlah koleksinya tercatat hingga 120.000 buku.

6. Arab

Abad ke-7 Islam muncul dan menyebar ke daerah sekitar Arab sampai menguasai Syria, Babilonia, Mesopotamia, Persia, Mesir, bagian Afrika Utara dan menyebrang ke Spanyol. Arab berjasa besar ke Eropa dalam penyebaran ilmu pengetahuan dan matematika.

Abad ke-8 dan ke-9 Baghdad berkembang sebagai pusat kajian karya Yunani. Hal ini disebabkan ilmuwan muslim mengkaji dan menterjemahkan karya filsafat, pengetahuan, dan kedokteran Yunani kedalam bahasa Arab. Puncak kejayaan terjadi pada masa pemerintahan Abbasid AL Mamum dengan berdirinya rumah kebijakan pada tahun 810 dengan menggabungkan unsur perpustakaan diantaranya perpustakaan masjid dan lembaga pendidikan. Perpustakaan ini memiliki katalog dan disusun menurut tempat dan dikelola oleh staf perpustakaan. Abad ke-15 perpustakaan Kairo memiliki 150.000 buku.

7. Renaisance.

Abad ke-14 terjadi renaisance di Eropa Barat yang mengakibatkan ilmuwan Byzantium dari Konstantinopel mengungsi dan membawa serta manuskrip penulis kuno kedaerah italia dan mengembangkan kajian Yunani dan latin sehingga karya ini tersebar ke Eropa Barat dan Utara sebagian diantaranya disimpan di perpustakaan biara maupun Universitas yang mulai tumbuh.

8. Penyusunan Al-Qur`an dan Hadist sebagai perkembangan perpustakaan

Setiap wahyu yang diterima Rasulullah Saw selalu menggerakkan bibir sebagai tanda bahwa Rasulullah Saw menghafalkan setiap wahyu yang diterima. Dengan cara inilah Rasulullah Saw mengumpulkan semua ayat Al-Qur`an yang diterimanya. Dalam ayat dikatakan “Sesungguhnya atas tanggung jawab Kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuat kamu) pandai membacanya” (QS 75:17). Dengan demikian metode pertama pengumpulan adalah menghafal.

Rasulullah Saw menginstruksikan kepada para sahabat untuk menulis dan menghafal Al-Qur `an. Sementara hadist hanya untuk dihafal saja. Namun ada sebagian sahabat yang mencatat terhadap hadist, diantaranya :

1. Abdullah bin Amr Al-`Ash yang menghimpun sekitar seribu hadist.

2. Jabir bin Abdillah bin Amr Al-Anshari yang memiliki catatan hadist tentang manasik haji.

3. Abu hurairah AL-dausi yang memiliki catatan hadist dari Rasulullah Saw yang dikenal dengan Al-Sahifah Al-Sahihah

4. Abu Syah (Umar bin Saad Al-Anmari )

Pada awalnya para sahabat menulis Al-Qur`an hanya untuk diri sendiri, mereka menulis diatas pelepah daun korma, batu, pelepah damar, papan, potongan kulit, kayu yang diletakkan diatas punggung keledai. Setelah Rasulullah Saw wafat. Di masa Khalifah Abu Bakar Al-Qur`an dikumpulkan untuk menjaga kelestariannya.

2. Perpustakaan di Indonesia

A. Zaman Penjajahan.

Perpustakaan yang pertama didirikan oleh Hindia Belanda adalah perpustakaan sebuah gereja di Batavia yang dirintis sejak tahun 1624 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1643 dengan pustakawan seorang pendeta yang bernama DS.Abraham Fierenius. Pada tanggal 24 April 1778, berdiri Bataviausche Genootschap Van Kunsten En Wetenschappen (BGKW) di Batavia yang bersamaan dengan berdirinya pula perpustakaan lembaga BGKW atas prakarsa Mr. J.C.M. Radcmaker, ketua Raad Van Indie (Dewan Hindia Belanda).

Pada tahun 1846 keluarlah katalog buku yang pertama di Indonesia dengan judul Bibliotecae Artiumcientiaerumque Batavia Floret Cataloque Systematicus hasil suntingan P.Bleeker. Edisi kedua terbit dengan judul dalam bahasa Belanda pada tahun 1848.

  1. Setelah Kemerdekaan.

Pada tahun 1950, perpustakaan lembaga BGKW dirubah menjadi lembaga kebudayaan Indonesia. Pada tahun 1962 lembaga ini diserahkan kepada pemerintah Indonesia yang namanya berubah menjadi Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya dikenal dengan nama Perpustakaan Museum Pusat. Museum ini akhirnya berubah nama menjadi Museum Nasional dan perpustakaannya menjadi Perpustakaan Museum Nasional yang dilebur ke pusat Pembinaan Perpustakaan.

Pada tahun 1989 terjadi lagi perubahan yang mana Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

  1. Kilas Balik Pendidikan Perpustakaan di Indonesia.

1. Pada tanggal 20 Oktober 1952 berdiri sekolah perpustakaan berupa Kursus Pendidikan Pegawai Perpustakaan selama 2 tahun.

2. Antara tahun 1955-1959 berubah nama menjadi kursus Pendidikan Ahli Perpustakaan (PAP), lama pendidikannya selama 2,5 tahun.

3. Tahun 1959 ditingkatkan statusnya menjadi Sekolah Perpustakaan dengan lama pendidikan 3 tahun.

4. tahun 1961 sekolah perpustakaan secara resmi di integrasikan kedalam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Indonesia (FKIP-UI).

5. Tahun 1963, FKIP-UI memisahkan diri dari Universitas Indonesia menjadi Institusi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Sedangkan jurusan Ilmu Perpustakaan yang berada dibawah FKIP-UI berintegrasi kedalam Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI).

6. Tahun 1969 diadakan perubahan kurikulum dengan tujuan menghasilkan pustakawan tingkat sarjana, penerimaannya minimal ijazah Sarjana Muda.

7. Tahun 1979 kurikulum JIP-FSUI ditinjau kembali dan lulusannya setingkat S1 (SK Menteri P dan K No.012410/1979)

8. Tahun 1986, jurusan ilmu perpustakaan FSUI (JIP_SUI) tidak lagi menerima ijazah Sarjana Muda tetapi tamatan SMTA.

9. Awal tahun 1988 JIP-SUI menyelenggarakan pendidikan Sarjana Ilmu Perpustakaan sebagai gelar ke dua. Persyaratan yang diterima adalah calon Mahasiswa minimal memiliki ijazah S1 dari berbagai disiplin ilmu. Dan akan diberi gelar Sarjana Perpustakaan.

10. tahun 1990 , UI membuka program Pasca Sarjana Ilmu Perpustakaan.

3. Kesimpulan

Tanpa kita sadari sebenarnya perpustakaan mulai tampak ada sejak peradaban manusia purba. Hal ini dapat kita lihat dari cara hidup manusia pada waktu itu yang selalu berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lain dengan memberi tanda atau isyarat apabila mereka melihat atau mengetahui sesuatu.

Dalam perkembangan ajaran agama islam perpustakaan juga terbentuk tanpa disadari. Hal ini terlihat jelas pada masa khalifah Abu Bakar yang menginstruksikan agar Al-Qur`an ditulis dan dikumpulkan menjadi satu lalu disimpan demi terjaganya kelestarian Al-Qur`an.

Di Indonesia perpustakaan itu sendiri berkembang melalui dua periode yaitu :

    1. Periode Zaman Penjajahan.
    2. Periode Setelah Kemerdekaan

Pendidikan perpustakaan di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sebelum sampai kepada jenjang pendidikan Akademik.

Selasa, 23 Juni 2009

Sejarah DDC

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Apabila kita pergi ke sebuah perpustakaan, kemudian kita mencari buku yang kita perlukan pada sebuah sistem katalog komputer yang tersedia, setelah memasukkan judul buku dan pengarangnya, maka kita akan menemukan kode buku yang kita inginkan, dengan kode tersebut memudahkan kita mencari dan dapat menemukan buku yang kita butuhkan dengan cepat. Kode yang muncul setelah pencarian tersebut adalah nomor klasifikasi buku yang digunakan perpustakaan untuk menyusun koleksi buku yang ada agar buku-buku yang sejenis dapat berkumpul berdekatan, misalnya dari berdasarkan bidang ilmunya.
Perpustakaan mempunyai format penggolongan bagian dari bidang perpustakaan dan ilmu pengetahuan informasi. Semua itu berjalan bersamaan dengan perpustakaan (deskriptif) kataloging dan penggolongan, kadang-kadang perpustakaan mengelompokkan bersama-sama sebagai jasa teknis. Profesional perpustakaan yang sedang dalam melibatkan proses kataloging dan menggolongkan bahan-bahan, bahan-bahan perpustakaan disebut sebagai suatu pendaftar buku-buku atau katalog pustakawan.
Selain itu, sistem pengklasifikasian tersebut akan memudahkan dalam pencarian ataupun pengembalian buku. Ada beberapa macam sistem pengklasifikasian buku yang digunakan di berbagai perpustakaan. Namun, sistem yang paling banyak digunakan oleh perpustakaan-perpustakaan adalah sistem klasifikasi Dewey Decimal Classification (DDC). DDC digunakan oleh perpustakaan di lebih dari 130 negara. Hingga saat ini, DDC telah digunakan lebih dari satu abad. Hal ini tentu tidak terlepas dari sistem/cara kerja DDC yang dipandang paling memadai dalam mengakomodasi perkembangan dunia perpustakaan dan perkembangan ilmu pengetahuan secara umum. Sistem pengklasifikasian buku.
klasifikasi Perpustakaan adalah salah satu dari dua perkakas yang digunakan untuk memudahkan pokok mengakses. Yang lain adalah bahasa indek menurut abjad seperti Thesaurus dan system Subject.
Suatu klasifikasi perpustakaan adalah suatu sistem dari persandian dalam mengorganisir bahan-bahan perpustakaan, bahan-bahan perpustakaan itu seperti (buku, serial, audiovisual bahan-bahan pustaka, file komputer, memetakan, naskah, realita, dan lain-lain). Dan suatu nomor dari jumlah panggilan untuk informasi sumber daya itu yang serupa ke sistem klasifikasi menggunakan sistem klasifikasi. Perpustakaan yang menggolongkan kesatuan yang serupa bersama-sama secara khas diatur berdasarkan struktur brown secara hirarkis (mengumpamakan sistem yang none-faceted). Klasifikasi berciri konsisten dari suatu pekerjaan yang terdiri dari dua langkah-langkah. Pertama tentang dari material dipastikan. Berikutnya, suatu nomor; jumlah panggilan yang didasarkan dengan pada sistem klasifikasi. Jadi ditugaskan ke pekerjaan yang menggunakan notasi dari siste

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah singkat Melvil Dewey
DDC dibuat oleh Melvil Dewey berdasarkan kajiannya terhadap puluhan buku, pamphlet dan kunjungannya ke berbagai perpustakaan. Maka DDC dapat dikatakan sebagai klasifikasi pengetahuan untuk keperluan menyusun buku di perpustakaan. Jadi, DDC bukanlah klasifikasi ilmu pengetahuan seperti banyak diduga orang.
DDC ditemukan oleh Melvil Dewey, seorang pustakawan berkebangsaan Amerika Serikat, yang hidup pada paruh kedua abad ke-19 hingga awal abad 20. Dengan teliti dan ketertarikannya akan suatu ejaan yang disederhanakan, ia memendekkan nama pertamanya menjadi Melvil, sebagai orang dewasa yang muda, dia menghilangkan nama tengahnya untuk mempersingkat namanya menjadi Dui Dewey menemukan suatu gagasan ilmu klasifikasinya dengan menamakan sebagai Dewey klasifikasi Sistim desimal ( DDC) suatu sistem ketika ia berumur 21 tahun dan bekerja sebagai asisten siswa di perpustakaan dari Amherst Perguruan tinggi. Pekerjaan yang diciptakan tersebut adalah suatu revolusi di dalam ilmu kepustakaan. Dan ia menjalankan suatu jaman yang baru tentang dunia kerja kepustakaan. Yang layak dijuluki sebagai Melvil Dewey dengan sebutan Bapa dari Lingkup kerja kepustakaan yang modern." lingkup kerja kepustakaan Dewey yang diubah dari suatu lapangan kerja persis sama benar profesi yang modern. Ia membantu dalam menetapkan Asosiasi Perpustakaan Amerika ( ALA) pada tahun 1876; ia menjabat sebagai sekretaris dari tahun 1876-1890 dan menjadi presiden pada tahun 1890-1891. Ia juga menerbitkan Perpustakaan Jurnal yang diterbitkan. Sebagai tambahan, standard perpustakaan Dewey yang dipromosikan, dan membentuk suatu perusahaan untuk menjual persediaan perpustakaan, yang secepatnya menjadi Kantor perusahaan Perpustakaan.
Seorang pelopor di dalam dunia pendidikan perpustakaan, Dewey telah menjadi seorang pustakawan yang berasal dari Columbia Perguruan Tinggi (sekarang Columbia Universitas) di Kota New York pada tahun1883, dan menciptakan sekolah perpustakaan pertama di dunia pada tahun 1887. Dan pada tahun 1889, ia menjadi direktur dari suatu Perpustakaan di New York di Albania, suatu posisi yang ia kerjakan sampai 1906. cakupan Dewey dari pengetahuan dan pekerjaan sangat luas dan bervariasi. Ia mempelopori ciptaan dari peluang karier untuk wanita-wanita. Ia dan isteri yang pertamanya, Annie Dewey, mengembangkan suatu tempat tepatnya di daerah Danau yang tenang, suatu tempat peristirahatan untuk sosial, pengayaan rohani dan budaya di Adirondack di daerah Pegunungan.
. Melvil Dewey meninggal setelah menderita suatu penyakit pada 26 Desember tahun 1931 pada umur 80. Tujuh dekade setelah kematiannya, ia masih dikenal sebagai Dewey, terutama untuk Penggolongan Sistim desimal, paling luas dalam penggolongan atau bentuk klasifikasi perpustakaan yang digunakan di dunia.

B. Sejarah Penyusunan DDC

Sebelum Dewey menemukan sistemnya, sudah ada beberapa sistem pengklasifikasian buku. Misalnya, Charles A. Cutter membuat sistem klasifikasi berdasarkan topik, dan Nathaniel Shurtleff melakukan penomoran menggunakan sistem desimal. Inovasi yang dilakukan oleh Dewey adalah menggabungkan sistem pengklasifikasian berdasarkan topik dan penomoran dengan sistem desimal. Namun, nomor tidak mengacu pada rak, melainkan pada bidang ilmu. Keadaan seperti ini mendorong Dewey untuk menemukan suatu sistem pengklasifikasian buku yang baru.

Klasifikasi Desimal Dewey (Dewey Decimal Classification(DDC), juga disebut Sistem Desimal Dewey) adalah sebuah sistem klasifikasi perpustakaan yang diciptakan oleh Melvil Dewey (1851–1931) pada tahun 1876, dan sejak saat itu telah banyak dimodifikasi dan dikembangkan dalam duapuluh dua kali revisi yang telah terjadi hingga tahun 2004

Pada tahun 1876 terbitlah sebuah pamphlet yang berjudul A Classification and subject index for cataloging the books and phamflet of a library. Penerbitan pamphlet tersebut menandai terbitnya sistem Dewey Decimal Classification, lebih dikenal dengan singkatan DDC.

Kini DDC menginjak edisi ke 22 ( terbit pada 2003), merupakan bagan klasifikasi yang banyak dipakai di dunia. Di Indonesia, DDC menduduki peringkat pertama sebagai bagan kasifikasi yang paling banyak digunakan, menyusul kemudian Universal Decimal Classification atau yang sering disebut dengan UDC.

Edisi pertama terbit pada tahun 1876 setebal 44 halaman, diterbitkan dengan nama pengarang anonim,berisi kata pendahuluan, bagan untuk 10 kelas utama yang dibagi secara desimal menjadi 1000 kategori bernomor 000-999, serta indeks subyek menurut abjad.
Pembagian 10 kelas utama merupakan perbaikan dari sistem klasifikasi yang di kembangkan oleh W,T.Harris pada tahun 1870. Harris sendiri mendasarkan bagan klasifikasinya atas klasifikasi pengetahuan menurut ilmuwan francis bacon tetapi tata urutannya berbeda. Bacon membagi pengetahuan menjadi 3 kategori dasar yaitu sejarah,sastra [poesy],dan filsafat . ketiga kategori ini sesuai dengan pembagian pikiran manusia yaitu memori [ingatan] ,imaginasi ,dan nalar
Dalam bagan klasifikasi barunya, Dewey memperkenalkan dua ciri baru yaitu lokasi relatif dan indeks relatif. Sebelum dikembangkan DDC, buku perpustakaan di beri nomor sesuai dengan lokasi masing-masing di rak. Misalnya XV1-15 artinya buku di rak XV1dengan nomor urut 15. dengan kata lain penentuan buku di rak menggunakan lokasi tetap sehingga buku tidak dapat diubah-ubah letaknya. Halangan lokasi tetap ialah buku dalam subjek sama mungkin letaknya terpencar karena kedatangannya di perpustakaan tidak sama. Sistem Dewey memberi nomor buku menurut subjeknya. Dengan demikian buku disusun menurut subjeknya tanpa memperhatikan di mana buku tersebut diletakannya di rak. Bila buku baru datang maka buku tersebut dapat disisipkan di antara buku lama selama buku baru tersebut berkaitan subjeknya dengan buku lain Sistem penempatan semacam ini yang memungkinkan perubahan letak selama buku tetap berkaitan subjeknya disebut lokasi relatif. Lokasi ini memungkinkan interkalasi tanpa batas, buku dapat dipindah-pindahkan tanpa harus mengubah nomor panggil. Dalam indeks relatif, Dewey menyatukan dalam satu lokasi berbagai subjek yang berkaitan atau sebuah subjek dibahas dalam beberapa bidang studi.
C. Perkembangan DDC
1. Edisi Awal
Edisi pertama terbit pada tahun 1876, selang beberapa 9 tahun yaitu tepatnya tahun 1985 keluarlah edisi 2 dimana terjadi relokasi, artinya penggeseran sebuah subyek dari sebuah nomor ke nomor yang lain. Edisi ini merupakan basis pola notasi pada edisi selanjutnya. Dalam edisi tersebut, Dewey pertama kali menggunakakan prinsip integritas angka artinya nomor dalam bagan Dewey dianggap sudah mapan walaupun mungkin terjadi relokasi. Dewey menyadari bahwa gawatnya relokasi dari satu edisi ke edisi lainnya karena perubahan, lebih-lebih lagi relokasi mengakibatkan perlunya reklasifikasi, padahal reklasifikasi tidak disenangi oleh seorang pustakawan. Integritas angka atau stabilitas angka tetap dipertahankan pada edisi-edisi awal DDC, walaupun perubahan angka tertentu tidak dapat dihindari. Dewey mengawasi revisi bagannya hinnga edisi ke-13.
2. Edisi ke-15
Pada tahun 1942 diterbitkan edisi ke-14 yang mempertahankan kebijakan sebelumnya. Rinciannya semakin memperjelas namun terdapat sedikit perubahan dalam struktur dasar. Perluasan pun tidak seimbang karena masih banyak bidang yang belum dikembangkan. Pada edisi ke-15 diambil kebijakan yaitu rincian dibeberapa bidang dipangkas sehingga terdapat keseimbangan dalam subdivisi. Kalau pada edisi ke-14 terdapat sekitar 31.000 entri maka edisi 15 dipangkas menjadi 4700 entri. Juga disadari bahwa bagan DDC tidak sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya sains dan teknologi. Ini terjadi mungkin karena kebijakan integritas nomor. Pada edisi ke-15 diputuskan untuk relokasi sejumlah besar subyek. Indeks juga diperbaiki dan diringkas sedangkan ejaan yang disederhanakan yang digunakan pada edisi sebelumnya kini ditinggalkan.
Setelah terbitan edisi ke-15 pada tahun 1951 terbukti bahwa perubahan yang dilakukan dalam edisi ke-15 dianggap terlalu berat bagi pustakawan, banyak pustakawan yang tetap menggunakan edisi ke- 14.
3. Edisi ke- 16 hingga 18
Edisi 16 yang telah terbit pada tahun 1958 memulai tradisi baru dengan kebijakan siklus revisi tujuh tahunan artinya bagan Dewey akan keluar dalam edisi baru setiap 7 tahun. Pada edisi 16 diputuskan untuk kembali kepada kebijakan lama dalam mempertahankan enumerasi terinci sambil mengambil butir inovasi dari edisi 15 seperti ejaan baku, per-istilahan yang mutakhir, serta penyajian tipografi yang menarik. Pada edisi 17 tidak jauh berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya, sementara dalam edisi 18 Towa P. Hamakonda memuat terjemahan ringkasan ketiga dalam bukunya Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey. Penerbitan buku ini merupakan salah satu usaha untuk mengisi kekurangan buku pegangan yang sederhana dan ditulis dalam bahasa Indonesia dibidang klasifikasi perpustakaan. Dengan pertimbangan diatas, buku ini berbeda dari buku aslinya dalam beberapa hal sebagai berikut :
· Nomor klas yang dicantumkan pada umumnya tidak lebih daripada satu angka di belakang titik desimal.
· Bagian pendahuluan dari edisi aslinya disusun kembali dengan sistematika yang agak berlainan.
· Beberapa bagian lain dari buku aslinya tidak dicantumkan dalam buku ini.
· Beberapa ciri khas dari buku aslinya seperti contered heading, inclusion notes, instruction notes tetap dipertahankan.
· Dibahas empat dari tujuh tabel pembantu yang terdapat dalam buku aslinya.
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 159 tahun 1987 tentang pembakuan adaptasi dan perluasan Dewey Decimal Classification (DDC) seksi islam. Dengan adanya keputusan bersama tersebut, maka diterbitkan buku Daftar Tajuk Subjek Islam dan sistem klasifikasi Islam Adaptasi dan Perluasan DDC Seksi Islam penyunting Drs H. Muh. Khailani Eryono. Menurut peraturan Menteri/keputusan bersama dalam pasal 3 tujuan adaptasi dan perluasan DDC seksi islam, yaitu :
a) Untuk mengatasi kelemahan dibidang klasifikasi islam dalam rangka memasuki kebutuhan bangsa Indonesia yang mayoritas bragama islam.
b) Untuk menghilangkan bermacam-macam sistem klasifikasi islam yang digunakan oleh perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.
4. Edisi ke-19
Pada edisi 19 ini tetap berpegang pada kebijakan edisi-edisi yang lalu. Editor DDC tetap mempertahnkan prinsip integritas nomor dalam batas-batas masih masuk akal. Dalam DDC edisi 19 versi Indonesia sebagai edisi adaptasi ini telah terjadi hal-hal sebagai berikut
· Telah diadakan koeksi secara menyeluruh terhadap salah cetak dan kesalahan susunan terutama dalam indeks relatif.
· Untuk lebih mudah dimengerti bagaimana menggunakan sistem klasifikasi ini, terutama pada bab pendahuluan dan khususnya lagi bagian ke-2
· Bagan dan notasi untuk agama islam telah mengalami perubahan total untuk menyesuaikan dengan hasil keputusan bersma Menteri Agama dan Menteri Pendidikan da Kebudayaan no. 159 tahun 1987 yang diterbitkan dengan judul ”Adaptasi Dan Perluasan Dewey Decial Classification (DDC) Seksi Islam”
· Selain kesalahan –kesalahan cetak dan susunan dalam indeks relatif, pada edisi yang lalu ada cukup banyak tajuk dari tabel dan bagan yang belum dalam indeks.
4. Edisi ke-20
Edisi 20 terbit pada tahun 1989 dengan beberapa perubahan. Warna edisi menjadi coklat muda dan dibagi menjadi 4 jilid karena edisi sebelumnya (terutama pada bagan klasifikasi) dianggap terlalu repot. Jilid 1 merupakan tabel subdivisi standar, jilid 2 bagan dari 000-500, jilid 3 bagan 600-900, dan jilid 4 merupakan indeks.
Walaupun tetap merupakan dalam tahap mempertahankan prinsip integritas nomor, dalam edisi ini, prinsip tersebut sedikit dilanggar. Terjadi relokasi, misalnya komputer kini menepati 001, yang semula merupakan bagan dari elektronika.
5. Edisi ke-21 dan ke-22
DDC terus disempurnakan dengan memasukkan subjek-subjek yang belum tercakup selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan dalam edisi 21 yang diterbitkan pada 1996, manual DDC mencapai tebal lebih dari 4.000 halaman. DDC memungkinkan penambahan subjek baru karena DDC menggunakan system decimal. Dengan system ini, DDC dapat mengakomodaskan perkembangan pengetahuan sejak masa Dewey hingga saat ini.
Saat ini telah terbit edisi 22 tahun 2003 terdiri atas 4 jilid : Introduction, Schedule 000-599, Schedule 600-999 dan Index Relatif, setebal lebih dari 3.000 halaman.
D. Keunggulan dan Kelemahan Klasifikasi DDC
DDC telah mampu bertahan lebih dari satu abad sejak edisi pertama sampai saat ini. Terlepas dari kelemahan DDC, system klasifikasi ini dinilai lebih baik, antara lain disamping sistematik, universal fleksibel, lengkap dan siap pakai (enumerated). System klasifikasi DDC mempunyai beberaa keunggulan dan kelemahan, berikut ini keunggulan dan kelemahan DDC sebagai system klasifikasi untuk perpustakaan :
1. Keunggulan
· DDC merupakan sitem yang praktis. DDC merupakan bagan klasifikasi yang paling banyak digunakan di dunia, termasuk Indonesia.
· DDC menggunakan lokasi relative untuk pertama kalinya.
· Indek relatif menyatukan subjek yang sama dengan aspek yang berlainan yang tersebar berbagai disiplin ilmu.
· Notasi murni dengan menggunakan angka arab dikenal secara universal. Pustakawan dengan latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda dengan mudah dapat menyesuaikan system tersebut.
· Urutan numeric kasat mata memudahkan penjajaran dan penempatan buku di rak.
2. Kelemahan
· Klasifikasi DDC terlalu berorietasi pada sifat anglo-saxon serta kristiani.
· Penempatan beberapa subjek tertentu dipermasalahkan, misalnya ilmu perpustakaan pada kelas karya umum (000-an).
· Disiplin ilmu yang berkaitan acapk kali terpencar misalnya 300 ilmu-ilmu social terpisah dari 900 geografi dan sejarah. Pada bidang lain, kelas 400 bahasa terpisah dari 800 sastra.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan.

Sebelum Dewey menemukan sistemnya, sudah ada beberapa sistem pengklasifikasian buku. Misalnya, Charles A. Cutter membuat sistem klasifikasi berdasarkan topik, dan Nathaniel Shurtleff melakukan penomoran menggunakan sistem decimal.

DDC dibuat oleh Melvil Dewey pada tahun 1876 berrdasarkan kajiannya terhadap puluhan buku, pamphlet dan kunjungannya ke berbagai perpustakaan. dan sejak saat itu telah banyak dimodifikasi dan dikembangkan dalam duapuluh dua kali revisi yang telah terjadi hingga tahun 2004.

Edisi pertama terbit pada tahun 1876 setebal 44 halaman, diterbitkan dengan nama pengarang anonim,berisi kata pendahuluan, bagan untuk 10 kelas utama yang dibagi secara desimal menjadi 1000 kategori bernomor 000-999, serta indeks subyek menurut abjad.

Kini DDC menginjak edisi ke 22 ( terbit pada 2003), terdiri atas 4 jilid : Introduction, Schedule 000-599, Schedule 600-999 dan Index Relatif, setebal lebih dari 3.000 halaman.

DDC merupakan bagan klasifikasi yang banyak dipakai di dunia. Di Indonesia, DDC menduduki peringkat pertama sebagai bagan kasifikasi yang paling banyak digunakan, menyusul kemudian Universal Decimal Classification atau yang sering disebut dengan UDC.

DAFTAR PUSTAKA

Eryono, Muhammad Khailani. Dafatr Tajuk Subjek Islam dan Sistem Klasifikasi Islam : Adaptasi dan Perluasan DDC Seksi Islam. Jakarta : Puslitbang Lektur Agama Badan Litbang Agama DEPAG, 1999.

Hamakonda, Towa. P. Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey. Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2007.

Sulistyo-Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum, 1991.

Suwarno, Wiji. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan : Sebuah Pendekatan Praktis. Yogyakarta : Ar-Ruzz, 2007

Senin, 22 Juni 2009

PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA

PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA

Pengolahan bahan pustaka merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan kegiatan pelayanan kepada pengguna dengan tujuan untuk memudahkan penemuan kembali bahan pustaka tersebut. Adapun uraian kerja pengolahan bahan pustaka tersebut adalah sebagi berikut :
1. Di inventarisasi/registrasi bahan pustaka
Dilakukan pada buku induk, yaitu buku folio bergaris yang dibagi pada kolom-kolom untuk mencatat bahan identitas pustaka. Kegunaannya adalah untuk mengetahui jumlah koleksi yang dimiliki baik menurut judul maupun eksemplar.
Inventarisasi bahan pustaka meliputi :
· Mengelompokanjenis bahan pustaka (buku teks, majalah, jurnal dll)
· Mencatat identitas bahan pustaka kedalam buku induk masing-masing bahan pustaka serta membuat nomor klas berdasarkan nomor urut bahan pustaka yang datang
· Penomoran bahan pustaka berdasarkan judul dan jumlah eksemplar
· Peneraan stempel perpustakaan pada bahan pustaka
2. Pengkatalogan
Langkah awal dalam kegiatan pengkatalokan membuat konsep deskripsi bibliografi yang meliputi :
· Pembuatan entri utama,
· Jejakan
jejakan yang dicatat adalah nama pengarang dan subjek, masing-masing maksimal tiga jejakan
· Menentukan tajuk subjek dan nomor klasifikasi
Kegiatan lanjutan pengkatalokan meliputi :
· penyusunan kartu-kartu dalam jajaran katalog dengan susunan berdasarkan judul, pengarang dan subjek
· memberi perlengkapan fisik bahan pustaka seperti Membuat label bahan pustaka (tempatnya disesuaikan dengan bentuk bahan pustaka), unsur-unsur yang terdapat dalam dalam label bahan pustaka adalah :
- Nomor klasifikasi
- 3 huruf pertama nama pengarang
- Huruf pertama judul bahan pustaka
3. Pengerakan (penyusunan bahan pustaka
Pengerakan merupakan tahap akhir dalam pengolahan bahan pustaka, sebelum melakukan kegiatan pelayanan kepada pemustaka, penyusunan bahan pustaka di rak ada dua cara yaitu :
· Penempatan yang tetap (fix locations) atau penempatan yang tiak berubah
· Penempatan tidak tetap ( relative locatios) atau dapat berubah/berpindah
Untuk jenis bahan pustaka yang ukurannya ekstra (lebar dan panjang) atau lebih kecil, demi menjaga kerapian dalam penyusunan dapat ditempatkan tersendiri, dengan disertai keterangan atau informasi.